Doa Setelah Khatam al-Qur`an



Doa Setelah Khatam al-Qur`an
Masalah ini ada dalam dua kondisi:
Kondisi pertama: bahwa ia di luar shalat, maka ini diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu dan ia adalah amalam para salafus shalih rahimahumullah.[1]
Ibnu Abi Syaibah, ad-Darimi, ath-Thabrani, meriwayatkan dengan isnad yang shahih, dari Tsabit al-Bunani rahimahullah, ia berkata: ‘Apabila Anas radhiyallahu ‘anhu mengkhatamkan al-Qur`an, ia mengumpulkan anak-anak dan keluarganya dan berdoa untuk mereka.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: ‘Dan diriwayatkan dari sekelompok salaf: Ketika khatam al-Qur`an adalah saat doa dikabulkan. Apabila seseorang berdoa selepas mengkhatamkan al-Qur`an untuk dirinya, kedua orang tuanya, guru-gurunya, dan untuk selain mereka dari kaum muslimin laki-laki dan perempuan, niscaya ia termasuk jenis yang disyari’atkan.
Samahah Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: ‘Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat bahwa disunnahkan berdoa setelah khatam al-Qur`an di luar shalat.’[2]
Kondisi kedua: doa tersebut di dalam shalat, dan ini telah dilakukan oleh sebagian salaf dan imam Ahmad rahimahullah dan dianjurkan serta menyuruhnya untuk dilaksanakan. Abu Daud rahimahullah berkata: ‘Aku menyaksikannya menyuruhnya, maksudnya ia menyuruh imam masjidnya dengan hal itu.[3]
Ibnu Quddamah rahimahullah berkata: Fashl: dalam mengkhatamkan al-Qur`an, Fashl bin Ziyad rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah, aku berkata: Saya mengkhatamkan al-Qur`an, apakah saya menjadikannya pada shalat witir atau shalat tarawih? Ia menjawab: ‘Jadikanlah pada shalat tarawih sehingga untuk kami ada doa di antara dua.’ Aku bertanya: ‘Bagaimana saya melakukan? Ia menjawab: ‘Apabila engkau selesai dari akhir al-Qur`an maka angkatlah kedua tanganmu sebelum ruku’ dan berdoa dengan kami, dan kita dalam shalat dan panjangkanlah berdiri.’ Aku bertanya: ‘Saya berdoa dengan doa apa? Ia menjawab: Dengan doa apapun yang engkau kehendaki.’ Ia berkata: Maka aku melakukan perintahnya, dan dia shalat di belakangku sambil berdiri dan mengangkat kedua tangannya.
Hanbal rahimahullah berkata: Aku mendengar Ahmad rahimahullah berkata pada saat mengkhatamkan al-Qur`an: ‘Apabila engkau selesai membaca surah an-Naas, maka angkatlah kedua tanganmu dan berdoa sebelum ruku’. Aku bertanya: ‘Atas dasar apa engkau mengambil pendapat ini? Ia berkata: ‘Aku melihat penduduk Makkah melakukannya, dan Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah melakukannya bersama mereka di Makkah.’ Abbas bin Abdul Azhim rahimahullah berkata: Demikian pula aku menemui manusia (kaum muslimin) di Bashrah dan Makkah.[4]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Imam Ahmad rahimahullah menegaskan disunnahkan hal itu dalam shalat tarawih.[5]
Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang satu kaum bahwa mereka apabila khatam al-Qur`an mereka mengangkat tangan mereka dan berdoa di dalam shalat? Ia menjawab: Seperti inilah aku melihat mereka melakukannya di Makkah, sedangkan Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah ketika itu masih hidup, maksudnya dalam qiyam Ramadhan.[6]
Samahah Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: ‘...Akan tetapi jika di dalam shalat, itulah yang menjadi pembahasan di masa sekarang, maka saya tidak mengetahui bahwa seseorang dari kalangan salaf mengingkari hal ini di dalam shalat, sebagaimana saya tidak mengetahui ada seseorang mengingkarinya di luar shalat. Inilah yang dijadikan pegangan atasnya bahwa ia adalah perkara yang sudah diketahui di sisi salaf yang telah diketahui oleh generasi pertama dan terakhir dari mereka. Siapa yang berkata: Sesungguhnya ia adalah perbuatan munkar maka hendaklah ia mendatangkan dalil, dan bukan terhadap orang yang melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kaum salaf, dan mendatangkan dalil adalah kepada orang yang mengingkarinya dan berkata: sesungguhnya ia adalah munkar atau bid’ah. Ini adalah yang dilakukan oleh kaum salaf dan mereka berjalan atasnya, generasi salaf mendapatkannya dari generasi salaf mereka, dan di tengah-tengah mereka ada para ulama, akhyaar (orang-orang terpilih) dan para ahli hadits, dan jenis do’a dalam shalat dikenal dari Nabi Muhammad Shalallhu’alihi wa sallam dalam shalat malam, maka sudah semestinya bahwa hal ini termasuk jenis perkara itu.[7]
Dalam jawaban Lajnah Daimah: ‘Doa saat khatam al-Qur`an telah dilakukan oleh kaum salaf. Sungguh telah ada di masa-masa yang paling utama, di mana mereka menghadiri khataman al-Qur`an, mereka berdoa dalam shalat dan di luarnya, dan bukan termasuk bid’ah.[8]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: ‘Dan ini apabila ia termasuk tempat yang paling dianjurkan untuk berdoa dan paling pantas dikabulkan, maka ia termasuk tempat yang paling kuat dalam shalat terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.[9]
Dua faedah:
Faedah pertama: Tidak shahih hadits doa khatam al-Qur`an dalam shalat dan di luarnya. Adapun hadits: ‘Di setiap khatam al-Qur`an ada doa yang dikabulkan,’ maka tidak shahih.[10]
Dan diriwayatkan dari imam Malik rahimahullah bahwa ia berkata: ‘Sesungguhnya doa setelah khatam bukan termasuk amalan manusia.’ Ini yang perlu direnungkan- jika shahih dari imam Malik rahimahullah- padahal diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu sebagaimana telah dijelaskan bahwa ia berdoa setelah khatam al-Qur`an. Kemudian sesungguhnya manusia (kaum muslimin) di Makkah dan Bashrah melakukannya di dalam shalat, dan bersama mereka termasuk para ulama besar seperti Ibnu ‘Uyainah rahimahullah dan selainnya, dan mereka tidak mengingkarinya. Inilah yang membuat pendapat ini perlu ditinjau kembali dari sisi keabsahannya dari imam Malik rahimahullah.
Dari sisi yang lain, sesungguhnya beberapa kelompok kaum muslimin telah melakukannya, seperti yang dikatakan oleh imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal rahimahullah, maka perbuatan ini termasuk yang dilakukan manusia pada masa itu dan mereka mewarisinya (dari generasi ke generasi).
Doa disyari’atkan secara umum, ia termasuk jenis ibadah yang paling besar, dan tempatnya yang paling kuat adalah shalat dan setelah selesai membaca al-Qur`an, maka tidak ada alasan mengingkarinya secara keras dan memandangnya sebagai bid’ah. Kaum muslimin mengamalkannya sejak zaman imam Ahmad rahimahullah, dan pada mereka ada para imam dan ulama, merupakan hujjah terhadap siapa yang mengingkarinya.[11]
Faedah kedua: Abu Daud rahimahullah berkata: Aku berkata kepada Ahmad rahimahullah: Ibnul Mubarak rahimahullah berkata: ‘Apabila di musim dingin maka khatamkanlah al-Qur`an di awal malam, dan apabila di musim panas maka khatamkanlah di awal siang? Maka saya melihatnya sepertinya ia menyukainya.’[12]





[1] Mukhtashar Qiyamullail hal 260
[2]Al-Fatawa 24/322.
[3] Masail Abu Daud hal. 92 no. 450.
[4] Al-Mughni 2/608, dan lihat: Thabaqat Hanabilah 1/192.
[5] Jala`ul Afham hal 479.
[6] Masa`il Abu Daud hal 92-93 no. 451.
[7] Al-Fatawa 11/356.
[8] Al-Fatawa edisi kedua 6/72.
[9] Jala`ul Afham hal 480.
[10] Lihat al-‘Ilal karya ad-Daraquthni 12/137.
[11] Dari penjelasan Syaikh Shalih al-Fauzan ghafarallahu lahu.
[12] Masa`il Abu Daud 93 no. 455.

Tidak ada komentar