Amanah



Amanah

Segala puji hanya bagi Allah  subhanahu wata’ala , shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam , dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya di antara akhlak mulia yang menjadi sifat yang melekat yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala  kepada para Nabi dan hamba-hamba -Nya yang beriman adalah sifat amanah. Allah subhanahu wata’ala  telah mensifati Musa Alaihis salam dengannya di dalam firman -Nya:

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qoshsas: 26)
Allah subhanahu wata’ala  juga mensifati Nabi Yusuf alaihis salam dengannya, seperti yang disebutkan di dalam firman -Nya:

Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami". (QS. Yusuf: 54)
Begitu juga dengan para rasul selain mereka berdua semoga Allah subhanahu wata’ala  mencurahkan kesejahteraan kepada mereka semua, karena setiap mereka diperintahkan menegakkan hujjah atas kaum mereka tentang kewajiban mentaati mereka, sebab Allah subhanahu wata’ala  telah mempercayakan mereka membawa risalah -Nya sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku;”. (QS. Al-Syu’ara: 178-179)
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  di tengah-tengah kaumnya sebelum diperintah menyebarkan risalah dikenal sebagai orang yang jujur, maka banyak dari anggota masyarakat yang memilih beliau sebagai tempat menyimpan barang, lalu pada saat berhijrah beliau memberikan kuasa kepada Ali untuk mengembalikan barang-barang titipan tersebut kepada pemiliknya. Begitu juga Jibril, sebagai malaikat yang dipercayakan untuk membawa wahyu telah disifati dengan sifat Al-Amin (yang jujur). Allah subhanahu wata’ala  berfirman:
Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, (QS. Al-Syu’ara: 192-194).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Aku diberitahukan oleh Abu Sufyan bahwa Heraqlius berkata kepadanya: Aku bertanya kepada kalian apakah yang diperintahkannya kepada kalian?. Maka kalian memberitahukan bahwa dia memerintahkan untuk mengerjakan shalat, berlaku jujur, menjaga diri, setia dengan janji dan menunaikan amanah. Maka Heraqlius menjawab: Ini adalah sifat seorang Nabi”.[1]
Dia adalah di antara salah satu sifat orang-orang beriman yang beruntung, sebagaimana disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى:
 
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Mu’minun: 1-11)

Dengan amanah inilah: agama, kehormatan, harta, ruh, pengetahuan, kepemimpinan, wasiat, kesaksian, pengadilan dan tulisan akan terjaga. Allah subhanahu wata’ala  berfirman:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Sebagian ahli tafsir berkata: maknanya adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala  menawarkan kewajiban yang dibebankannya kepada langit, bumi dan gunung-gunung bahwa jika mereka berbuat baik maka mereka akan diberikan pahala dan balasan kebaikan, namun jika mereka menyia-nyiakan amanah maka mereka akan disiksa, maka merekapun enggan menerimanya karena takut terhadap diri mereka sendiri jika mereka tidak bisa menunaikan amanah tersebut, lalu amanah tersebut diambil oleh Ibnu Adam, sesungguhnya dia sangat zalim terhadap dirinya sendiri, bodoh terhadap apa yang menjadi bagiannya”.[2]
Ibnu Jarir berkata pada saat mengomentari ayat tersebut: Dan perkataan yang paling mendekati kebenaran adalah perkataan orang yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanah di dalam ayat ini adalah semua bentuk amanah yang dibebankan dalam urusan agama, amanah manusia, sebab di dalam ayat ini (إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ)Allah subhanahu wata’ala  tidak mengkhususkan amanah tertentu atau sebagian dari amanah yang telah kami sebutkan di atas.[3]
Al-Qurthubi berkata: Amanah tersebut meliputi semua kewajiban dalam urusan agama, pendapat ini dinisbatkan kepada jumhur ahli tafsir, sebagian mereka berkata: Setiap apa saja yang diwajibkan oleh Allah atas para hamba -Nya maka hal itu termasuk amanah, seperti shalat, zakat, puasa, menunaikan hutang, terlebih menunaikan titipan, dan titipan yang paling ditekankan menunaikannya adalah menyembunyikan rahasia.[4]
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-Mu’jam dairi Syaddad bin Aus bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Perkara pertama yang akan hilang dari agama kalian adalah amanah dan yang terakhir adalah shalat”.[5]
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  memberitahukan bahwa hilangnya amanah adalah sebagai tanda datangnya hari kiamat, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abi Hurairah bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  tentang hari kiamat?. Maka Beliau bersabda: Apabila amanah sudah di sia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat, dikatakan bagaimanakah amanah tersebut bisa sia-sia?. Beliau bersabda, “Apabila suatu perkara diberikan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah datangnya hari kiamat”.[6]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  telah memberitahukan kepada kami tentang dua hadits, aku telah melihat salah satu dari keduanya dan aku sedang menunggu yang satu lagi: “Bahwa amanah turun pada bagian hati yang  paling dalam dari seseorang, kemudian mereka mengetahuinya dari Al-Qur’an  dan mereka mengetahuinya pula dari As-Sunnah. Lalu dia memberitahukan kami tentang bagaimana amanah tersebut terangkat: Seorang lelaki tertidur dengan suatu tidur, lalu amanah tersebut dicabut dari hatinya, namun dia masih membekas seperti bekas yang kecil, lalu dia kembali tidur sesaat kemudian amanah tersebut tercabut, namun dia masih membekas seperti bekas lepuh, seperti bara api yang terguling lalu mengenai kakimu lalu kulit kaki melepuh sehingga engkau melihatnya telah membengkak, namun tidak terdapat apapun padanya, maka manusia saling berjual beli, namun hampir tidak ada seorangpun di antara mereka yang menunaikan amanah, lalu dikatakan: Sesungguhnya pada Bani fulan terdapat orang yang jujur, lalu dikatakan kepada orang tersebut: Alangkah sempurnanya orang tersebut, alangkah bijaksananya dia, alangkah sabarnya padahal di dalam hatinya tidak terdapat keimanan walau sebesar biji shalallahu ‘alaihi wasallam i”.[7]
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  telah memberitahukan bahwa menyia-nyiakan amanah adalah tanda kemunafiqan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Tanda-tanda orang yang munafiq itu ada tiga, apabila berbicara dia berbohong, apabila dia berjanji dia mengingkari janjinya dan apabila dia dipercaya maka dia berkhianat”.[8]
Dan amanah ini disebutkan di dalam Al-Qur’an dalam tiga bentuk, firman Allah:
Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan -Nya kamu kuat dengan pertolongan -Nya dan diberi -Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. Al-Anfal: 27). Maksud amanah di dalam ayat ini adalah semua kewajiban.
Dan firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (QS. Al-Nisa’: 58). Maksudnya adalah barang-barang titipan.
Allah subhanahu wata’ala  berfirman:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qoshsos: 26). Maksudnya adalah iffah dan menjaga diri.
Di antara bentuk amanah adalah menjaga rahasia kehidupan suami istri. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’di Al-Khudri RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah subhanahu wata’ala  pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menggauli istrinya dan istri yang menggauli suaminya kemudian dia menyebarkan rahasianya”.[9]
 Bentuk amanah lainnya adalah keadilan seorang hakim di antara para rakyatnya. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar RA berkata, “Aku berkata, wahai Rasulullah tidakkah engkau memanfaatkan aku?. Abu Dzar berkata: Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  menepuk tangannya pada pundakku kemudian bersabda, “Wahai Abu Dzar sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, dan dia adalah amanah, dan sesungguhnya dia pada hari kiamat adalah kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambilnya dengan hak-haknya dan menunaikan apa yang menjadi hak-haknya tersebut”.[10]
          Dari penjelasan sebelumnya terlihat bahwa sebenarnya amanah  itu lebih luas dari apa yang dipersepsikan oleh sebagian orang, yaitu hanya terbatas pada barang-barang titipan, padahal amanah meliputi seseorang terhadap agamanya yaitu dengan menjalankannya dan menjaganya, maka waktu seorang muslim adalah amanah, kehormatannya adalah amanah, hartanya adalah amanah di sisinya, pendengaran, penglihatan dan lisan adalah amanah serta seluruh anggota badannya adalah amanah.
Di antara bentuk amanah tersebut adalah amanah seorang penanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya, seorang istri bertanggung jawab atas rumah dan anak-anaknya, seorang direktur bertanggung jawab atas para pegawai yang bekerja padanya, dan seorang pegawai bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dibebankan, seorang guru bertanggung jawab terhadap siswa-siswanya, secara umum amanah tersebut mencakup seluruh kewajiban yang terdapat di dalam agama, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qurthubi rahimahullah.
          Ya Allah!, jadikanlah kami termasuk orang yang apabila dipercaya mengemban amanah maka kami menunaikan amanah tersebut, ya Allah kami berlindung kepada -Mu dari sifat khianat, dan seluruh sifat-sifat tercela, Ya Allah jagalah kami dari hadapan kami, dan dari belakang kami, dan dari sebelah kanan kami dan dari sebelah kiri kami dan jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala  Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Al-Bukhari: no: 2681 dan Muslim: no: 1773
[2] Tafsir Al-Thabari: 10/339
[3] Tafsir Qurthubi: 1/342
[4] Lihat: Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, Al-Qurthubi: 14/254-255
[5] Al-Mu’jam,  Al- Thabrani: 9/353 no: 9754
[6] Al-Bukhari: no: 59
[7] Al-Bukhari: no: 6469 dan Muslim: no: 143
[8] Al-Bukhari: no: 33 dan Muslim: no: 59
[9] HR. Muslim di dalam kitab shahihnya:  no: 1437
[10] HR. Muslim: no: 1825

Tidak ada komentar