SYIRIK KECIL



SYIRIK KECIL
Tentang definisi syirik kecil ini, telah datang beberapa pengertian, diantaranya adalah;
§  Bermakna setiap sarana atau wasilah yang akan mengantarkan pada syirik besar.[1] Tapi, dalam pengertian tadi dijumpai kurang sempurna, sebab pengertian tadi lebih tepat bila di tujukan pada definisi dosa besar.
§  Yang dimaksud syirik kecil ialah seluruh ucapan maupun perbuatan yang dapat mengantarkan pada kesyirikan. Seperti sikap ekstrim terhadap makhluk yang tidak sampai pada tingkatan ibadah. Seperti halnya bersumpah dengan nama selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, yang akan mengakibatkan riya dan yang semisalnya.[2]
Definisi diatas juga kurang luas dan mencakup. Karena lebih cocoknya sebagai definisi dosa besar. Kemudian, tidak semua sarana yang bisa mengantarkan pada kesyirikan di anggap sebagai syirik kecil. Seperti halnya bertawasul kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan orang-orang sholeh dan yang semisalnya.
§  Syirik kecil ialah setiap yang dilarang oleh syari'at dari perkara yang dapat mengantarkan pada syirik besar, dan sarana preventif untuk terjerumus kedalamnya, yang dinamakan dalam bahasa nushus sebagai kesyirikan.[3]
Pengertian ini hampir sama komentarnya dengan yang sebelumnya. Kemudian, tidak semua syirik kecil telah datang penamaannya dalam nash sebagai kesyirikan. Karena disana ada beberapa macam syirik kecil yang tidak ada penamaannya didalam nash sebagai kesyirikan.
§  Yang dimaksud syirik kecil ialah menyamakan makhluk dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam bentuk amalan, atau ucapan lisan. Syirik dalam bentuk amalan seperti halnya riya. Syirik dalam bentuk ucapan lisan seperti lafad yang mengandung didalamnya bentuk menyamakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan makhluk -Nya. Seperti ucapan, 'Menurut kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kehendakmu'…dan ucapan, 'Abdul Harits', dan yang semisalnya.[4]
§  Syirik kecil yaitu penjagaan selain Allah bersama -Nya dalam beberapa perkara.[5]
§  Tidak memberikan pengertian, akan tetapi, hanya sekedar memberi contoh.[6]
Dan yang terakhir ini yang saya anggap lebih menentramkan, sebab pendefinisian semacam ini dari kesyirikan tidak bisa seratus persen pas dikarenakan saking banyak bentuknya.

Asal muasal penamaan ini, syirik besar dan kecil:
Telah datang penjelasan dalam beberapa nash yang memberikan nama dengan syirik kecil. Diantara yang menunjukan hal tersebut ialah sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari Mahmud bin Walid[7], bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ .قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ. اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً » [أخرجه أحمد]
"Tidak ada yang paling aku takutkan atas kalian dari pada syirik kecil". Para sahabat bertanya: 'Apa syirik kecil itu wahai Rasul? Beliau menjelaskan, "Riya, kelak pada hari kiamat Allah akan berkata, ketika membalas amal perbuatan manusia, 'Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu didunia kalian berbuat riya padanya, carilah apakah kalian menjumpai balasan disisi mereka".[8]

Penamaan ini dengan syirik kecil pada perbuatan riya telah di sahkan dengan ketetapan hadits. Begitu juga ditetapkan penamaan ini dengan syirik kecil melalui lisan para sahabat. Diantara dalil yang menjelaskan hal itu ialah riwayat yang dibawakan oleh sahabat Syadad bin Aus[9], beliau mengatakan; "Dahulu kami pada zaman Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam menganggap riya sebagai syirik kecil".[10]

BENTUK-BENTUK SYIRIK KECIL:
Ada begitu banyak ragam ucapan ulama tatkala menjelaskan tentang jenis-jenis syirik kecil, diantara mereka ada yang mengatakan, "Syirik kecil terbagi menjadi dua, yang dhohir (nampak) dan khafi (samar/ tersembunyi)". Yang dhohir terjadi dengan perbuatan riya'. Seperti orang yang berbuat untuk selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan amalan yang menampilkan kepada  selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, namun, di dalam batinnya tidak ikhlas karena Allah Shubhanahu wa ta’alla. dan hal itu, bisa terjadi dengan sebuah lafad semisal bersumpah dengan nama selain Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Yang samar/ tersembunyi adalah sesuatu yang tidak terlalu mendapat perhatian orang dalam ucapan maupun perbuatan pada beberada kondisi tanpa disadari kalau ternyata ucapan atau perbuatan tersebut adalah kesyirikan[11]. Dalil yang menunjukan akan hal tersebut ialah sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الشرك في أمتي أخفى من دبيب النمل على الصفا » [أخرجه أبو يعلى]
"Kesyirikan yang ada pada umatku lebih tersembunyi dari semut hitam di atas padang pasir".[12]

Namun, pendapat ini perlu ditinjau kembali, sebab, tidak semua perkara yang tidak terlalu mendapat perhatian orang, baik ucapan maupun perbuatan pada beberapa kondisi yang tanpa disadari ternyata ucapan atau perbuatan tersebut adalah kesyirikan pasti masuk dalam syirik kecil saja, bahkan, dalam kondisi tertentu bisa masuk dalam syirik besar, sebagaimana nanti akan datang penjelasannya tentang maksud syirik yang tersembunyi.
Ada pula ulama yang berpendapat bahwa syirik kecil itu terklasifikasi menjadi dua:
1.     Syirik yang ada didalam niat dan tujuan, dan masuk dalam kategori ini ialah;
           i.     Riya' adalah amalan yang ditujukan untuk tujuan dunia.
2.     Syirik yang ada dalam lafad pengucapan, masuk dalam kategori ini adalah;
a.     Bersumpah dengan nama selain Allah Shubhanahu wa ta’alla.
b.     Ucapan seseorang yang mengatakan, 'Menurut kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kehendakmu', atau ucapan, 'Kalau bukan karena Allah Shubhanahu wa ta’alla dan karenamu'. Dan ucapan-ucapan yang senada dengan ini.
c.     Menyandarkan kejadian yang ada dialam kepada selain Allah azza wa jalla serta meyakini adanya peran serta dzat tersebut. Seperti ucapan orang, 'Kalau tidak ada fulan niscaya akan begini kejadiannya'. Atau ucapan, 'Kalau tidak ada anjing pasti rumah kita kemasukan maling'.
d.     Ucapan sebagian orang yang mengatakan, 'Hujan turun karena sebab bintang ini dan itu'. Walaupun ucapan tersebut mengalir begitu saja tanpa memiliki maksud tertentu.[13]
Barangkali pendapat yang paling sesuai dalam masalah penjelasan macam-macam syirik kecil adalah sebagai berikut, sesungguhnya syirik kecil ini memiliki banyak ragam serta jenis, dan barangkali bisa kita simpulkan sebagai berikut;
3.     Ucapan, yaitu terjadi dengan perantara lisan. Masuk dalam kategori kesyirikan jenis ini ialah;
a.     Bersumpah dengan nama selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, tentunya sesuai dengan rincian hukum yang berkaitan dengan masalah itu.
b.     Ucapan orang yang mengatakan, 'Menurut kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kehendakmu'. Atau ucapan, 'Saya bersandar kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kepadamu'. Atau ucapan, 'Saya dalam kecukupan -Nya dan anda'. Atau ucapan, 'Saya tidak butuh melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kamu'. Atau ucapan, 'Rizki ini dari Allah Shubhanahu wa ta’alla dan darimu'. Atau ucapan, 'Ini dari keberkahan yang Allah Shubhanahu wa ta’alla dan anda berikan'. Atau ucapan, 'Bagiku Allah Shubhanahu wa ta’alla tempat bersandarku yang dilangit dan anda yang di bumi'. Atau mengucapkan, 'Demi Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kehidupan fulan'. Atau mengucapkan, 'Aku bernadzar untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla dan fulan'. Atau ucapan, 'Saya bertaubat kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kepada si fulan'. Atau mengucapkan, 'Saya berharap kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan fulan'. Atau ucapan yang semisal. [14]
Barangkali kaidah dalam masalah ini ialah menjadikan sesuatu yang menjadi kekhususan Allah jalla wa 'ala lalu menggandengkan kepada makhluk, bukan karena ingin menjadikan sebagai sekutu bagi -Nya, akan tetapi hanya menyamakan dari segi pengucapan saja. Adapun jika sampai meyakini sebagai sekutu Allah Shubhanahu wa ta’alla maka hal tersebut masuk dalam kategori syirik besar.
c.     Ucapan orang yang menjuluki, 'Hakim agung'.[15]
1.     Begitu juga masuk dalam masalah ini, menggunakan nama untuk penghambaan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla. Seperti misalkan menamai orang dengan hamba nabi (Abdu Nabi) atau Abdu Rasul. Jika tidak punya tujuan hakekat ubudiyah.
2.     Menyandarkan kejadian-kejadian yang ada dialam semesta kepada selain Allah azza wa jalla. Seperti ucapan orang, 'Kalau tidak ada fulan niscaya akan seperti itu'. Atau ucapan, 'Kalau tidak ada anjing niscaya kami kemalingan'. Atau ucapan seseorang, 'Kalau bukan karena Allah Shubhanahu wa ta’alla dan fulan'. Atau ucapan, 'Kalau bukan karena engkau niscaya fulan begini'. Atau ucapan, 'Kalau bukan karena itik didalam rumah niscaya kita kemalingan'. Dan ucapan, 'Aku berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kamu'.[16]
3.     Ucapan sebagian orang, ''Hujan turun karena sebab bintang ini dan itu'. Dengan cara tidak langsung. Barangkali kaidah dalam hal ini ialah menyandarkan pada sebab yang tidak dijadikan sebagai sebab oleh syari'at untuk hal itu.[17]
4.     Perbuatan. Yaitu yang terjadi dengan sebab amal anggota badan. Dan masuk dalam kategori ini, ialah:
a.     Tathayur. Apabila tidak sampai pada tingkat meyakini pada benda yang di tathayuri mempunyai qudrah (kemampuan).
b.     Mendatangi paranormal dan dukun lalu membenarkannya. Apabila tidak sampai meyakini mereka mempunyai pengetahuan ghaib.
c.     Meminta bantuan kepada dukun untuk menemukan pencuri atau yang semisal. Apabila tidak dibarengi keyakinan kalau mereka mengetahui perkara ghaib.
d.     Mempercayai tukang ramal dan ahli astronomi dan lain sebagainya dan tukang sihir. Dengan catatan apabila tidak dibarengi keyakinan kalau mereka mengetahui perkara ghaib.
e.     Memakai cincin atau kalung dan yang semisal untuk mengangkat atau menolak bala. Apabila tidak meyakini benda tersebut memiliki kelebihan.

5.     Hati. Dan masuk dalam kategori ini adalah;
a.     Riya. Dan jika sedikit maka tidak lepas dari beberapa keadaan:
1.     Adakalanya riya terjadi dari segi pekerjaan. Seperti seseorang yang sedang mengerjakan sholat lalu memanjangkan berdiri, ruku dan sujudnya, serta memperlihatkan dalam keadaan khusyu manakala dilihat oleh orang lain. Seperti orang yang sedang berpuasa, lalu memperlihatkan pada orang lain bahwa dirinya sedang berpuasa. Seperti mengatakan kepada orang yang diajak bicara, misalkan; 'Hari ini hari senin atau kamis, bukankah begitu? Tidakkah anda berpuasa? Atau dia mengatakan padanya, "Saya undang kamu untuk buka puasa bersama saya". Demikian juga dalam ibadah haji, atau berjihad, dirinya pergi melaksanakan ibadah haji, atau pergi ke medan perang, akan tetapi tujuannya supaya diperhatikan orang lain. Seperti halnya orang yang ingin diperhatikan ketika bersedekah, dan seterusnya.
2.     Adakalanya riya timbul dari segi pembicaraan. Seperti riya yang terjadi dalam ceramah atau khutbah, memiliki hafalan hadits atau atsar, dengan tujuan untuk menunjukan kalau dirinya banyak menguasai ilmu. Atau menggerakkan bibir tatkala sedang berdzikir ditengah-tengah orang banyak. Atau menunjukan kemarahannya ketika melihat kemungkaran dihadapan orang. Atau merendahkan dan melembutkan suara ketika membaca al-Qur'an untuk menunjukan pada orang akan ketakutan dan kesedihannya,  atau yang semisal dengannya. Tapi, tujuannya ialah untuk riya. Diantara contoh lain ialah menggerakan kedua bibirnya ketika berdzikir ditengah-tengah orang banyak, tapi ketika di rumah dirinya lalai.
3.     Adakalanya riya timbul dari segi penampilan. Seperti membiarkan bekas sujud di keningnya. Atau memakai pakaian kumal atau lusuh lagi kasar dengan menunjukan sikap yang arif, supaya dikatakan seorang yang ahli ibadah dan zuhud. Atau mengenakan pakaian tertentu yang biasa dikenakan oleh ulama pada masyarakat tertentu, agar dirinya dikatakan sebagai orang yang berilmu.
4.     Adakalanya riya timbul bersama sahabat atau tamu. Seperti orang yang membebani dirinya dengan meminta orang alim atau ahli ibadah untuk mengunjungi rumahnya, supaya dikatakan si alim fulan telah mengunjungi fulan. Atau mengajak orang banyak untuk datang berkunjung kerumahnya,  supaya dirinya dikatakan, sesungguhnya banyak orang baik yang sering berkunjung kerumahnya. Begitu juga orang yang riya dengan banyaknya guru yang ia menimba ilmu darinya, supaya dikatakan, si fulan telah berjumpa dengan banyak syaikh dan belajar kepada mereka, lalu dirinya merasa bangga dengan pujian tersebut.
5.     Adakalanya riya timbul untuk penduduk dunia. Seperti orang yang berjalan dengan lagak dan gaya yang bagus dan indah, dengan mengayunkan tangan dan langkah yang kerap. Atau menyincing ujung bajunya, atau memalingkan wajah, atau melipat pakaiannya, atau mengemudikan mobilnya dengan gaya khusus.
6.     Adakalanya riya timbul dari segi penampilan badan. Seperti halnya orang yang menampakkan pada orang lain wajah pucat dan badan kurus untuk memberi persangkaan pada mereka kalau dirinya orang yang banyak beribadah dan sering takut dan sedih. Atau orang yang membiarkan rambutnya acak-acakan untuk menunjukan pada orang lain kalau dirinya hanya sibuk dengan urusan agama sehingga tidak ada waktu senggang untuk merapikan rambutnya. Atau riya dengan cara mencukur kumis dan membiarkan rambutnya panjang untuk menunjukan pada orang banyak kalau dirinya sedang meniru ahli ibadah. Atau riya dengan cara melirihkan suara dan membikin mata layu dan bibir kering untuk menunjukan padamu kalau dirinya orang yang sering berpuasa.
Inilah beberapa keadaan yang biasanya dijadikan sebagai media untuk riya, tujuannya adalah untuk mencari kehormatan atau kedudukan dimata manusia.[18]
Amalan yang dilakukan manusia dengan orentasi dunia.
Maksudnya ialah seseorang yang melakukan sebuah amal sholeh yang orientasinya untuk mencari dunia, baik bertujuan untuk memperoleh harta atau kedudukan. Seperti orang yang berjihad atau belajar untuk mengambil upahnya, atau untuk memperoleh jabatan, atau mempelajari al-Qur'an, atau mengerjakan sholat secara rutin untuk bisa menjadi takmir masjid, atau yang semisalnya dari amal sholeh. Akan tetapi, niatnya untuk memperoleh duniawi bukan untuk mencari ridho Allah azza wa jalla.
Perbedaanya antara ini dengan riya adalah kalau orang riya biasanya melakukan amal sholeh supaya mendapat pujian dan sanjungan, adapun orang yang bertujuan dunia biasanya melakukan amal sholeh dengan orentasi  untuk bisa memperoleh harta atau jabatan.[19] Dan macam-macam syirik kecil ini bisa terjadi dalam perkara khusus yang berkaitan dengan rububiyah, atau dalam perkara uluhiyah. Sebagaimana juga, setiap macam dari syirik kecil ini memungkinkan untuk berubah menjadi syirik besar. Hal itu dilihat dari dua sisi:
Pertama: Apabila dibarengi dengan keyakinan dalam hati. Yaitu mengagungkan selain Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagaimana dia mengagungkan -Nya. Seperti orang yang bersumpah dengan nama selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, dalam rangka mengagungkan dzat tersebut seperti halnya dia mengagungkan Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Kedua: Atau hal tersebut berada dipokok keimananya, atau kejadiannya terlalu sering sehingga dirinya terkalahkan, seperti riya yang ada dipokok keimanan, atau terlalu sering melakukan riya dalam tiap amalannya, atau terlalu sering menjadikan dunia sebagai orentasi dalam amal sholehnya bukan untuk mencari wajah Allah. inilah gambaran syirik kecil secara global.


[1] . al-Kafasyiful Jaliyah hal: 321. oleh Abdul Aziz al-Muhammad as-Salman.
[2] . Qaulus Sadid fii Maqashidi Tauhid hal: 15, oleh Abdurahman as-Sa'di.
[3] . Fatawa Lajnah Daimah 1/517. Dan dikatakan oleh Awad bin Abdullah al-Mu'tiq dalam Majalah al-Buhuts Islamiyah 37/204.
[4] . al-Madkhal lii Dirasatil Aqidah hal: 126-127. oleh D. Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan.
[5] . al-Mufradaat hal: 260, oleh Raghib al-Asfahan.
[6] . Seperti yang saya pahami dari perkataannya Imam Ibnu Qoyim dalam Madarijus Salikin 1/344.
[7] . Beliau adalah Mahmud bin Labid bin Uqbah bin Rafi', Abu Nu'aim al-Anshari, al-Ausi, al-Asyhali, al-Madani. Lahir di madinah ketika Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam masih hidup. Dan dirinya meriwayatkan hadits dari beliau dengan cara mursal. Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu Nubala 3/485 oleh Imam Dzahabi.
[8] . HR Ahmad 5/428, 429. Dengan sanad hasan, sebagaimana di hasankan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram hal: 187.
[9] . Beliau adalah sahabat Syadad bin Aus bin Tsabit al-Anshari, al-Najari, al-Madani. Berkata Ubadah bin Shamit, "Syadad termasuk orang-orang yang dikarunia ilmu yang banyak oleh Allah, dan sikap bijak". Meninggal pada tahun 58 H. lihat biografinya dalam al-Khulashah hal: 164, oleh al-Khajrazi.
[10] . HR Thabarani no: 7160, al-Hakim 4/329. Dinilai shahih oleh beliau dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Demikian pula oleh dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Targhib 1/18.
[11] . Syarh Nawaqidhu Tauhid hal: 25, oleh Hasan al-'Awaji.
[12] . Musnad Abu Ya'la 1//60, Majmu' Zawaid 1/224, dan hadits dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahihul Jami' no: 3624, 3625.
[13] . Majalah Buhuts Islamiyah edisi 37 hal: 207-234.
[14] . Lihat pembahasannya dalam Jawabul Kafi hal: 324, Ibnu Qoyim.
[15] . Hal ini masuk dalam kategori syirik kecil karena terkandung didalamnya penyerupaan terhadap kekhususan yang dimiliki oleh Allah, walaupun hanya sekedar penamaan saja. Di analogikan dengan nama, Raja diraja, yang telah jelas akan larangannya dalam hadits yang shahih. Lihat penjelasannya dalam Fathul Majid 2/595.
[16] . Sebagaimana telah tsabit contoh-contoh tadi dalam atsar yang datang dari Ibnu Abas dengan sanad yang hasan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, dan juga dalam tafsir Ibnu Katsir 1/57. Lihat penjelasannya dalam an-Nahji Sadid hal: 422, oleh ad-Duwaisiri.
[17] . al-Qaulu Mufid 2/93, oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin.
[18] . Lihat penjelasannya dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin hal: 215-217, oleh Ibnu Qudamah. Maqashidil Mukalifiin hal: 442-443, oleh Umar bin Sulaiman al-Asyqar.
[19] . Taisir Azizil Hamid hal: 273, oleh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, Alu Syaikh. Dengan sedikit perubahan.

Tidak ada komentar